SMS Gratis SEpuasssssnya

SMS Gratis
News Update :
Home » » tugas softskill minggu ke 4

tugas softskill minggu ke 4

Penulis : tugas kuliah on Senin, 24 Oktober 2011 | 00.44

Nama : Yopi Atul Improh Atik
Kelas: 4 ea06
NPM : 11208317


Tanggung jawab Sosial Perusahaan atau Corporate Social Responsibility (selanjutnya dalam tulisan akan disingkat CSR) adalah suatu konsep bahwa organisasi, khususnya (namun bukan hanya) perusahaan adalah memiliki suatu tanggung jawab terhadap konsumen, karyawan, pemegang saham, komunitas dan lingkungan dalam segala aspek operasional perusahaan.
CSR berhubungan erat dengan "pembangunan berkelanjutan", di mana ada argumentasi bahwa suatu perusahaan dalam melaksanakan aktivitasnya harus mendasarkan keputusannya tidak semata berdasarkan faktor keuangan, misalnya keuntungan atau deviden melainkan juga harus berdasarkan konsekuensi sosial dan lingkungan untuk saat ini maupun untuk jangka panjang.
Tetapi ada juga yang secara sederhana dapat didefinisikan CSR adalah serangkaian kegiatan yang dibiayai oleh perusahaan guna memberdayakan warga di sekeliling pabrik dengan membangun fasilitas-fasilitas sosial dan bisnis bagi mereka.

Apapun definisi dari CSR yang jelas adalah bagaimana perusahaan secara khususnya mempunyai kepedulian akan lingkungan sekitarnya terutama berkaitan dengan upaya perusahaan bersatu dengan lingkungan dengan jalan ikut membangun dan menata lingkungan baik secara pisik maupun spiritual. Kepedulian kepada masyarakat sekitar dapat diartikan sangat luas, namun secara singkat dapat dimengerti sebagai peningkatan partisipasi dan posisi perusahaan di dalam sebuah lingkungan melalui berbagai upaya kemaslahatan bersama bagi perusahaan dan lingkungannya. CSR adalah bukan hanya sekedar kegiatan amal, di mana CSR mengharuskan suatu perusahaan dalam pengambilan keputusannya agar dengan sungguh-sungguh memperhitungkan akibat terhadap seluruh pemangku kepentingan (stakeholder) perusahaan, termasuk lingkungan hidup. Hal ini mengharuskan perusahaan untuk membuat keseimbangan antara kepentingan beragam pemangku kepentingan eksternal dengan kepentingan pemegang saham, yang merupakan salah satu pemangku kepentingan internal.
Banyak perusahaan yang sukses menjalan program CSR walau dengan sangat selektif dalam menjalankan programnya namun terlihat sangat menarik untuk dijadikan contoh atas sebuah keberhasilan program CSR, perusahaan seperti Aqua, Unilever, Sampoerna, Jarum, dan IBM serta masih banyak yang lainnya, melakukannya dengan smart. Aktivitas CSR tidak sekadar di kawasan sekitar pabrik melainkan menyentuh kalangan yang lebih luas.
Sampoerna dan Jarum dikenal konsisten dengan program beasiswa yang mutunya dijaga ketat juga terus meningkatkan prestasi bidang keolahragaan, sementara Aqua dan Unilever memperkenalkan nilai-nilai kejujuran, empati kepada sesama, dan pentingnya kebersihan dalam hidup sehari-hari. Dengan teknologinya, IBM membantu korban gempa dan tsunami di Aceh maupun Nias serta renovasi candi Borobudur.

Dengan demikian program CSR bukan lagi soal donasi atau pemberian bantuan fisik, tetapi telah merambah kepada hal lain berupa penyebaran nilai-nilai kebaikan yang menembus segala ruang dan sekat. Sentuhan yang diberikan perusahaan-perusahaan tersebut pada nilai-nilai universal tentang perbuatan dan perilaku luhur itu dengan cepat menyentuh hati orang. Mari kita tengok mengenai keberhasilan program CSR ternyata reputasi perusahaan pun terangkat, dan tentu saja image perusahaan didalam masyarakat menjadi baik bahkan istimewa dan dampaknya penjualan meningkat. Artinya menjadi jelas bahwa semuanya akan bermuara pada bisnis juga kan...
Memang contoh perusahaan diatas adalah perusahaan yang langsung berhubungan dengan masyarakat sehingga dengan reputasi yang demikian tinggi maka konsumen tentu saja dengan sukarela mengeluarkan uang untuk membeli produk dari perusahaan dengan citra positif. Lalu bagaimana dengan perusahaan pertambangan yang notabene tidak bisa disamakan secara produk dan konsumennya apalagi banyak perusahaan pertambangan yang berada pada remote area, secara philosofi keberadaan program CSR tentu sangat berguna bagi masyarakat sekitar area pertambangan. Memang banyak masyarakat sekitar Tambang yang mengeluh karena ternyata keberadaan tambang tidak dirasakan secara riil malahan banyak lahan rakyat yang diambil dengan penggatian yang tidak memadai dan ini biasanya dilakukan oleh perusahaan-perusahaan kecil yang dalam pengelolaan manajemennya lebih didasarkan pada profit oriented. Akibatnya program CSR tidak berjalan dengan semestinya dan hal ini juga dimungkinkan karena tidak ada audit dari instansi terkait terhadap program CSR setiap perusahaan.

Dari sisi perusahaan sering muncul pertanyaan mengenai bagaimana mengukur sebuah keberhasilan dalam melakukan program CSR karena jangan sampai muncul ungkapan bahwa program ini hanya untuk menghabiskan uang perusahaan tanpa ada hasil yang jelas. Dapat diuraikan disini bahwa skala dan sifat keuntungan dari CSR untuk suatu perusahaan dapat berbeda-beda tergantung dari sifat perusahaan tersebut. Banyak pihak berpendapat bahwa amat sulit untuk mengukur kinerja CSR, walaupun sesungguhnya cukup banyak literatur yang memuat tentang cara mengukurnya. Literatur tersebut misalnya metode "Empat belas poin balanced scorecard oleh Deming. Literatur lain misalnya Orlizty, Schmidt, dan Rynes yang menemukan suatu korelasi positif walaupun lemah antara kinerja sosial dan lingkungan hidup dengan kinerja keuangan perusahaan. Kebanyakan penelitian yang mengaitkan antara kinerja CSR (corporate social performance) dengan kinerja finansial perusahaan (corporate financial performance) memang menunjukkan kecenderungan positif, namun kesepakatan mengenai bagaimana CSR diukur belumlah lagi tercapai. Mungkin, kesepakatan para pemangku kepentingan global yang mendefinisikan berbagai subjek inti (core subject) dalam ISO 26000 Guidance on Social Responsibility--direncanakan terbit pada September 2010--akan lebih memudahkan perusahaan untuk menurunkan isu-isu di setiap subjek inti dalam standar tersebut menjadi alat ukur keberhasilan CSR.

Hasil Survey "The Millenium Poll on CSR" (1999) yang dilakukan oleh Environics International (Toronto), Conference Board (New York) dan Prince of Wales Business Leader Forum (London) di antara 25.000 responden dari 23 negara menunjukkan bahwa dalam membentuk opini tentang perusahaan, 60% mengatakan bahwa etika bisnis, praktik terhadap karyawan, dampak terhadap lingkungan, yang merupakan bagian dari tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) akan paling berperan. Sedangkan bagi 40% lainnya, citra perusahaan & brand image-lah yang akan paling memengaruhi kesan mereka. Hanya 1/3 yang mendasari opininya atas faktor-faktor bisnis fundamental seperti faktor finansial, ukuran perusahaan,strategi perusahaan, atau manajemen.
Lebih lanjut, sikap konsumen terhadap perusahaan yang dinilai tidak melakukan CSR adalah ingin "menghukum" (40%) dan 50% tidak akan membeli produk dari perusahaan yang bersangkutan dan/atau bicara kepada orang lain tentang kekurangan perusahaan tersebut.
Sementara itu untuk pengelola SDM perusahaan dapat mengambil peran dalam program CSR, yaitu dapat berwujud pelaksanaan rekruitmen tenaga kerja dan mempekerjakan masyarakat sekitar. Lebih jauh lagi CSR dapat dipergunakan untuk menarik perhatian para calon pelamar pekerjaan terutama sekali dengan adanya persaingan kerja di antara para lulusan. Akan terjadi peningkatan kemungkinan untuk ditanyakannya kebijakan CSR perusahaan, terutama pada saat perusahaan merekruit tenaga kerja dari lulusan terbaik yang memiliki kesadaran sosial dan lingkungan. Dengan memiliki suatu kebijakan komprehensif atas kinerja sosial dan lingkungan, perusahaan akan bisa menarik calon-calon pekerja yang memiliki nilai-nilai progresif. CSR dapat juga digunakan untuk membentuk suatu atmosfer kerja yang nyaman di antara para staf, terutama apabila mereka dapat dilibatkan dalam kegiatan-kegiatan yang mereka percayai bisa mendatangkan manfaat bagi masyarakat luas, baik itu bentuknya "penyisihan gaji", "penggalangan dana" ataupun kesukarelawanan (volunteering) dalam bekerja untuk masyarakat.

Filosofi CSR
Perkembangan Corporate Social Responsibility (CSR) serta penerimaan kalangan perusahaan terhadap PKBL/CSR, laksana bola salju yang menggelinding semakin besar. Konsep tanggung jawab sosial (social responsibility) pertama kali dikemukakan oleh Howard R. Bowen pada tahun 1953. Setelah itu, mengalami pengayaan konsep sejak kurun waktu 1960 sampai saat ini. Perkembangan konsep CSR yang terjadi selama kurun waktu lima puluh tahun tersebut, telah banyak mengubah orientasi CSR. Bila pada awalnya aktivitas CSR lebih banyak dilandasi oleh kegiatan yang bersifat filantropi, maka saat ini kita melihat bahwa CSR telah dijadikan salah satu strategi korporasi untuk meningkatkan citra korporasi yang akan turut mempengaruhi kinerja keuangan korporasi.
Munculnya KTT Bumi di Rio, Brazilia pada 1992 menegaskan konsep sustainibility development (pembangunan berkelanjutan) sebagai hal yang mesti diperhatikan, tak hanya oleh negara, tapi terlebih oleh kalangan perusahaan yang kekuatan kapitalnya makin menggurita. Hasil Konferensi Tingkat Tinggi Bumi (Earth Summit) tersebut, menyepakati perubahan paradigma pembangunan, dari pertumbuhan ekonomi (economic growth) menjadi pembangunan yang berkelanjutan (sustainable development). Sejalan diperkenalkannya konsep sustainability development, maka konsep CSR pun mengalami penyesuaian dan dikembangkan dalam bingkai sustainability development.
Sebagai akibat lanjutan penerimaan konsep CSR dalam kerangka Sustainable Development, maka seluruh dampak yang ditimbulkan oleh korporasi terhadap ekonomi, sosial, dan lingkungan harus dilaporkan oleh perusahaan dalam Sustainability Report tahunan mereka. Sustainable Report atau Citizenship Report saat ini menjadi cermin yang menggambarkan sejauh mana tanggung jawab sosial korporasi terhadap para pemangku kepentingan mereka.
Empat tahun belakang ini Corporate Social Responsibility (CSR) memang menjadi trend di Indonesia. Banyak orang berbicara tentang CSR dan semakin banyak perusahaan yang melaksanakan program tersebut. Dalam perkembangannya diperoleh terminologi tentang Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL). Istilah PKBL diberlakukan di lingkungan BUMN. PKBL merupakan Program Pembinaan Usaha Kecil dan pemberdayaan kondisi lingkungan oleh BUMN melalui pemanfaatan dana dari bagian laba BUMN. Jumlah penyisihan laba untuk pendanaan program maksimal sebesar 2% (dua persen) dari laba bersih untuk Program Kemitraan dan maksimal 2% (dua persen) dari laba bersih untuk Program Bina Lingkungan/CSR. Program kemitraan (PK) adalah kerjasama bisnis yang lebih diorientasikan pada program pengembangan usaha yang berbasis kemitraan antara corporate (utamanya BUMN) dengan Usaha Mikro Kecil dan Menengah. Sedangkan Bina Lingkungan (BL) diorientasikan pada pemberdayaan kondisi lingkungan baik yang bersifat ekonomis maupun sosial kemasyarakatan, sebagaimana yang dimaksud pada konsep CSR. Pada artikel ini disebut PKBL/CSR adalah program kemitraan dan bina lingkungan/CSR yang dilaksanakan oleh Corporate dengan mitranya.
Sosialisasi PKBL/CSR perlu terus ditingkatkan agar lebih banyak korporasi menyadari dan memahami pentingnya PKBL/CSR. Memang diakui, di satu sisi sektor industri atau korporasi skala besar telah mampu memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi nasional, tetapi di sisi lain eksploitasi sumber-sumber daya alam oleh sektor industri sering kali menyebabkan degradasi lingkungan yang parah. Karakterisrtik umum korporasi skala-skala besar biasanya beroperasi secara enclave atau terpisah, dan melahirkan apa yang disebut perspektif dual society, yaitu tumbuhnya dua karakter ekonomi yang paradox di dalam satu area.
Dari berbagai definisi di atas dapat disimpulkan bahwa Corporate Social Responsibility (PKBL/CSR) adalah sebagai serangkaian usaha untuk meningkatkan kapasitas korporasi dan masyarakat dalam menciptakan solidaritas sebagai sebuah dasar hubungan sosial yang dinamis, saling menjaga dan saling menguntungkan. PKBL/CSR ini sangat penting bagi korporasi maupun masyarakat, khususnya yang ada di lingkungan korporasi.
Sebagai bentuk komitmen Indosat dalam meningkatkan kesejahteraan hidup masyarakat, Indosat telah melaksanakan berbagai progam yang kami harapkan dapat meningkatkan kehidupan masyarakat Indonesia untuk menjadi lebih baik.
Corporate Social Responsibility yang kami lakukan tidak terbatas hanya pada pengembangan dan peningkatan kualitas masyarakat pada umumnya, namun juga menyangkut tata kelola perusahaan yang baik (Good Corporate Governance). Kepedulian terhadap pelanggan, pengembangan Sumber Daya Manusia, mengembangkan Green Environment serta memberikan dukungan dalam pengembangan komunitas dan lingkungan sosial. Setiap fungsi yang ada, saling melengkapi demi tercapainya CSR yang mampu memenuhi tujuan Indosat dalam menerapkan ISO 26000 di perusahaan.

Penerapan CSR Indosat mencakup 5 inisiatif, yang dilakukan secara berkesinambungan yaitu:
1. Organizational Governance
Penerapan tata kelola Perusahaan terbaik termasuk mematuhi regulasi dan ketentuan yang berlaku, berlandaskan 5 prinsip: transparansi, akuntabilitas, pertanggungjawaban, interpendensi dan kesetaraan.
2. Consumer Issues
Menyediakan dan mengembangkan produk dan jasa telekomunikasi yang memberikan manfaat luas bagi pemakainya, layanan yang transparan dan terpercaya.
3. Labor Practices
Mengembangkan hubungan yang saling menguntungkan antara Perusahaan dan karyawan serta pengembangan sistem, organisasi dan fasilitas pendukung sehingga memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi Perusahaan.

4. Environment
Mengembangkan budaya Peduli lingkungan termasuk upaya-upaya nyata untuk mengurangi penggunaan emisi karbon dalam kegiatan perusahaan.
5. Community Involvement
Ikut mengembangkan kualitas hidup komunitas dalam hal kualitas pendidikan sekolah dan olahraga, kualitas kesehatan, serta ikut serta dalam mendukung kegiatan sosial komunitas termasuk bantuan saat bencana/musibah.

CSR Goal Indosat
Bertumbuh, mematuhi ketentuan dan regulasi yang berlaku serta Peduli kepada masyarakat.
Program CSR di tahun 2008 memiliki tema khusus “Indosat Cinta Indonesia”, yang kemudian pada tahun 2009, tema CSR Indosat berkembang menjadi “Satukan Cinta Negeri” sebagai bentuk refleksi komitmen dan tanggungjawab Indosat sebagai perusahaan di Indonesia yang Peduli atas kesejahteraan masyarakat dan lingkungan, serta upayanya untuk senantiasa berkarya, memberikan manfaat, serta mengajak peran serta seluruh stakeholder untuk mewujudkan bangsa Indonesia yang lebih baik, yang merupakan terjemahan dari keinginan masyarakat pada umumnya untuk terlibat secara aktif dalam berbagai program sosial Indosat.

Manfaat bagi perusahaan :
Analisis dan pengembangan
Hal ini yang menjadi perhatian terbesar dari peran perusahaan dalam masyarakat telah ditingkatkan yaitu dengan peningkatan kepekaan dan kepedulian terhadap lingkungan dan masalah etika. Masalah seperti perusakan lingkungan, perlakuan tidak layak terhadap karyawan, dan cacat produksi yang mengakibatkan ketidak nyamanan ataupun bahaya bagi konsumen adalah menjadi berita utama surat kabar. Peraturan pemerintah pada beberapa negara mengenai lingkungan hidup dan permasalahan sosial semakin tegas, juga standar dan hukum seringkali dibuat hingga melampaui batas kewenangan negara pembuat peraturan (misalnya peraturan yang dibuat oleh Uni Eropa. Beberapa investor dan perusahaam manajemen investasi telah mulai memperhatikan kebijakan CSR dari Surat perusahaan dalam membuat keputusan investasi mereka, sebuah praktek yang dikenal sebagai "Investasi bertanggung jawab sosial" (socially responsible investing).
Banyak pendukung CSR yang memisahkan CSR dari sumbangan sosial dan "perbuatan baik" (atau kedermawanan seperti misalnya yang dilakukan oleh Habitat for Humanity atau Ronald McDonald House), namun sesungguhnya sumbangan sosial merupakan bagian kecil saja dari CSR. Perusahaan di masa lampau seringkali mengeluarkan uang untuk proyek-proyek komunitas, pemberian bea siswa dan pendirian yayasan sosial. Mereka juga seringkali menganjurkan dan mendorong para pekerjanya untuk sukarelawan (volunteer) dalam mengambil bagian pada proyek komunitas sehingga menciptakan suatu itikad baik dimata komunitas tersebut yang secara langsung akan meningkatkan reputasi perusahaan serta memperkuat merek perusahaan. Dengan diterimanya konsep CSR, terutama triple bottom line, perusahaan mendapatkan kerangka baru dalam menempatkan berbagai kegiatan sosial di atas.
Kepedulian kepada masyarakat sekitar/relasi komunitas dapat diartikan sangat luas, namun secara singkat dapat dimengerti sebagai peningkatan partisipasi dan posisi organisasi di dalam sebuah komunitas melalui berbagai upaya kemaslahatan bersama bagi organisasi dan komunitas. CSR adalah bukan hanya sekedar kegiatan amal, di mana CSR mengharuskan suatu perusahaan dalam pengambilan keputusannya agar dengan sungguh-sungguh memperhitungkan akibat terhadap seluruh pemangku kepentingan(stakeholder) perusahaan, termasuk lingkungan hidup. Hal ini mengharuskan perusahaan untuk membuat keseimbangan antara kepentingan beragam pemangku kepentingan eksternal dengan kepentingan pemegang saham, yang merupakan salah satu pemangku kepentingan internal.
"dunia bisnis, selama setengah abad terakhir, telah menjelma menjadi institusi paling berkuasa diatas planet ini. Institusi yang dominan di masyarakat manapun harus mengambil tanggung jawab untuk kepentingan bersama....setiap keputusan yang dibuat, setiap tindakan yang diambil haruslah dilihat dalam kerangka tanggung jawab tersebut [1]
Sebuah definisi yang luas oleh World Business Council for Sustainable Development (WBCSD) yaitu suatu suatu asosiasi global yang terdiri dari sekitar 200 perusahaan yang secara khusus bergerak dibidang "pembangunan berkelanjutan" (sustainable development) yang menyatakan bahwa:
" CSR adalah merupakan suatu komitmen berkelanjutan oleh dunia usaha untuk bertindak etis dan memberikan kontribusi kepada pengembangan ekonomi dari komunitas setempat ataupun masyarakat luas, bersamaan dengan peningkatan taraf hidup pekerjanya beserta seluruh keluarganya".[2].

Pelaporan dan pemeriksaan
Untuk menunjukkan bahwa perusahaan adalah warga dunia bisnis yang baik maka perusahaan dapat membuat pelaporan atas dilaksanakannya beberapa standar CSR termasuk dalam hal:
Akuntabilitas atas standar AA1000 berdasarkan laporan sesuai standar John Elkington yaitu laporan yang menggunakan dasar triple bottom line (3BL)
Global Reporting Initiative, yang mungkin merupakan acuan laporan berkelanjutan yang paling banyak digunakan sebagai standar saat ini.
Verite, acuan pemantauan
Laporan berdasarkan standar akuntabilitas sosial internasional SA8000
Standar manajemen lingkungan berdasarkan ISO 14000
Di beberapa negara dibutuhkan laporan pelaksanaan CSR, walaupun sulit diperoleh kesepakatan atas ukuran yang digunakan untuk mengukur kinerja perusahaan dalam aspek sosial. Smentara aspek lingkungan--apalagi aspek ekonomi--memang jauh lebih mudah diukur. Banyak perusahaan sekarang menggunakan audit eksternal guna memastikan kebenaran laporan tahunan perseroan yang mencakup kontribusi perusahaan dalam pembangunan berkelanjutan, biasanya diberi nama laporan CSR atau laporan keberlanjutan. Akan tetapi laporan tersebut sangat luas formatnya, gayanya dan metodologi evaluasi yang digunakan (walaupun dalam suatu industri yang sejenis). Banyak kritik mengatakan bahwa laporan ini hanyalah sekedar "pemanis bibir" (suatu basa-basi), misalnya saja pada kasus laporan tahunan CSR dari perusahaan Enron dan juga perusahaan-perusahaan rokok. Namun, dengan semakin berkembangnya konsep CSR dan metode verifikasi laporannya, kecenderungan yang sekarang terjadi adalah peningkatan kebenaran isi laporan. Bagaimanapun, laporan CSR atau laporan keberlanjutan merupakan upaya untuk meningkatkan akuntabilitas perusahaan di mata para pemangku kepentingannya.

Alasan terkait bisnis (business case) untuk CSR
Skala dan sifat keuntungan dari CSR untuk suatu organisasi dapat berbeda-beda tergantung dari sifat perusahaan tersebut. Banyak pihak berpendapat bahwa amat sulit untuk mengukur kinerja CSR, walaupun sesungguhnya cukup banyak literatur yang memuat tentang cara mengukurnya. Literatur tersebut misalnya metode "Empat belas poin balanced scorecard oleh Deming. Literatur lain misalnya Orlizty, Schmidt, dan Rynes[3] yang menemukan suatu korelasi positif walaupun lemah antara kinerja sosial dan lingkungan hidup dengan kinerja keuangan perusahaan. Kebanyakan penelitian yang mengaitkan antara kinerja CSR (corporate social performance) dengan kinerja finansial perusahaan (corporate financial performance) memang menunjukkan kecenderungan positif, namun kesepakatan mengenai bagaimana CSR diukur belumlah lagi tercapai. Mungkin, kesepakatan para pemangku kepentingan global yang mendefinisikan berbagai subjek inti (core subject) dalam ISO 26000 Guidance on Social Responsibility--direncanakan terbit pada September 2010--akan lebih memudahkan perusahaan untuk menurunkan isu-isu di setiap subjek inti dalam standar tersebut menjadi alat ukur keberhasilan CSR.
Hasil Survey "The Millenium Poll on CSR" (1999) yang dilakukan oleh Environics International (Toronto), Conference Board (New York) dan Prince of Wales Business Leader Forum (London) di antara 25.000 responden dari 23 negara menunjukkan bahwa dalam membentuk opini tentang perusahaan, 60% mengatakan bahwa etika bisnis, praktik terhadap karyawan, dampak terhadap lingkungan, yang merupakan bagian dari tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) akan paling berperan. Sedangkan bagi 40% lainnya, citra perusahaan & brand image-lah yang akan paling memengaruhi kesan mereka. Hanya 1/3 yang mendasari opininya atas faktor-faktor bisnis fundamental seperti faktor finansial, ukuran perusahaan,strategi perusahaan, atau manajemen.
Lebih lanjut, sikap konsumen terhadap perusahaan yang dinilai tidak melakukan CSR adalah ingin "menghukum" (40%) dan 50% tidak akan membeli produk dari perusahaan yang bersangkutan dan/atau bicara kepada orang lain tentang kekurangan perusahaan tersebut.[4]
Secara umum, alasan terkait bisnis untuk melaksanakan biasanya berkisar satu ataupun lebih dari argumentasi di bawah ini:

Sumber daya manusia
Program CSR dapat berwujud rekruitmen tenaga kerja dan memperjakan masyarakat sekitar. Lebih jauh lagi CSR dapat dipergunakan untuk menarik perhatian para calon pelamar pekerjaan [5], terutama sekali dengan adanya persaingan kerja di antara para lulusan. Akan terjadi peningkatan kemungkinan untuk ditanyakannya kebijakan CSR perusahaan, terutama pada saat perusahaan merekruit tenaga kerja dari lulusan terbaik yang memiliki kesadaran sosial dan lingkungan. Dengan memiliki suatu kebijakan komprehensif atas kinerja sosial dan lingkungan, perusahaan akan bisa menarik calon-calon pekerja yang memiliki nilai-nilai progresif. CSR dapat juga digunakan untuk membentuk suatu atmosfer kerja yang nyaman di antara para staf, terutama apabila mereka dapat dilibatkan dalam kegiatan-kegiatan yang mereka percayai bisa mendatangkan manfaat bagi masyarakat luas, baik itu bentuknya "penyisihan gaji", "penggalangan dana" ataupun kesukarelawanan (volunteering) dalam bekerja untuk masyarakat.

Manajemen risiko
Manajemen risiko merupakan salah satu hal paling penting dari strategi perusahaan. Reputasi yang dibentuk dengan susah payah selama bertahun-tahun dapat musnah dalam sekejap melalui insiden seperti skandal korupsi atau tuduhan melakukan perusakan lingkungan hidup. Kejadian-kejadian seperti itu dapat menarik perhatian yang tidak diinginkan dari penguasa, pengadilan, pemerintah dan media massa. Membentuk suatu budaya kerja yang "mengerjakan sesuatu dengan benar", baik itu terkait dengan aspek tata kelola perusahaan, sosial, maupun lingkungan--yang semuanya merupakan komponen CSR--pada perusahaan dapat mengurangi risiko terjadinya hal-hal negatif tersebut.

Membedakan merek
Di tengah hiruk pikuknya pasar maka perusahaan berupaya keras untuk membuat suatu cara penjualan yang unik sehingga dapat membedakan produknya dari para pesaingnya di benak konsumen. CSR dapat berperan untuk menciptakan loyalitas konsumen atas dasar nilai khusus dari etika perusahaan yang juga merupakan nilai yang dianut masyarakat.[7]. Menurut Philip Kotler dan Nancy Lee, setidaknya ada dua jenis kegiatan CSR yang bisa mendatangkan keuntungan terhadap merek, yaitu corporate social marketing (CSM) dan cause related marketing (CRM). Pada CSM, perusahaan memilih satu atau beberapa isu--biasanya yang terkait dengan produknya--yang bisa disokong penyebarluasannya di masyarakat, misalnya melalui media campaign. Dengan terus menerus mendukung isu tersebut, maka lama kelamaan konsumen akan mengenali perusahaan tersebut sebagai perusahaan yang memiliki kepedulian pada isu itu. Segmen tertentu dari masyarakat kemudian akan melakukan pembelian produk perusahaan itu dengan pertimbangan kesamaan perhatian atas isu tersebut. CRM bersifat lebih langsung. Perusahaan menyatakan akan menyumbangkan sejumlah dana tertentu untuk membantu memecahkan masalah sosial atau lingkungan dengan mengaitkannya dengan hasil penjualan produk tertentu atau keuntungan yang mereka peroleh. Biasanya berupa pernyataan rupiah per produk terjual atau proporsi tertentu dari penjualan atau keuntungan. Dengan demikian, segmen konsumen yang ingin menyumbang bagi pemecahan masalah sosial dan atau lingkungan, kemudian tergerak membeli produk tersebut. Mereka merasa bisa berbelanja sekaligus menyumbang. Perusahaan yang bisa mengkampanyekan CSM dan CRM-nya dengan baik akan mendapati produknya lebih banyak dibeli orang, selain juga mendapatkan citra sebagai perusahaan yang peduli pada isu tertentu.

Ijin usaha
Perusahaan selalu berupaya agar menghindari gangguan dalam usahanya melalui perpajakan atau peraturan. Dengan melakukan sesuatu 'kebenaran" secara sukarela maka mereka akan dapat meyakinkan pemerintah dan masyarakat luas bahwa mereka sangat serius dalam memperhatikan masalah kesehatan dan keselamatan, diskriminasi atau lingkungan hidup maka dengan demikian mereka dapat menghindari intervensi. Perusahaan yang membuka usaha diluar negara asalnya dapat memastikan bahwa mereka diterima dengan baik selaku warga perusahaan yang baik dengan memperhatikan kesejahteraan tenaga kerja dan akibat terhadap lingkungan hidup, sehingga dengan demikian keuntungan yang menyolok dan gaji dewan direksinya yang sangat tinggi tidak dipersoalkan.

Motif perselisihan bisnis
Kritik atas CSR akan menyebabkan suatu alasan dimana akhirnya bisnis perusahaan dipersalahkan. Contohnya, ada kepercayaan bahwa program CSR seringkali dilakukan sebagai suatu upaya untuk mengalihkan perhatian masyarakat atas masalah etika dari bisnis utama perseroan.

Sumber : http://csrjatim.org/2/sekilas-csr/
http://epsmanajemensdm.blogspot.com/2011/05/corporate-social-responsibility-csr.html
http://www.indosat.com/corporate_responsibility
http://id.wikipedia.org/wiki/Tanggung_jawab_sosial_perusahaan
Share this article :

Posting Komentar

 
Company Info | Contact Us | Privacy policy | Term of use | Widget | Advertise with Us | Site map
Copyright © 2011. tulisann tugas . All Rights Reserved.
Design Template by panjz-online | Support by creating website | Powered by Blogger